Selamat membaca
"FAN"
semoga bermanfaat

WIDGET

Label

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Followerku

BlogRoll

Blogger news

"FAN"

Bahagia itu nikmat, senikmat kopi dengan moka putih.

"FAN"




Akhirnya kipas angin itu tumbang juga. Disela-sela nafas terakhirnya mungkin saja ia telah berbisik atau mengerang kesakitan ketika kekuatan terakhinya musnah, ketika ajalnya telah di ubun-ubun. Tapi aku tak mendengar sedikitpun suaranya.

Kusentuh kipas angin itu. Kugerakkan baling-balingnya. Tak mau bergerak. Nyawanya nampak telah kosong, lenyap entah kemana. Tapi aku tahu, jiwanya masih hidup. Nada-nada jiwanya masih berbunyi, masih memanggil. Aku bisa merasakannya. Mungkinkah ia hanya mati suri? Oh tidak, ia bukan manusia.

Kipas angin itu memang telah berumur. Sudah seharusnya ia tumbang. Ia juga sudah terlalu lama mengabdikan dirinya untukku, hidup bersamaku. Hidup dengan 70% bekerja setiap harinya. Kadang ia pun harus non-stop kerja, menemaniku seharian di rumah ketika matahari betul-betul naik pitam hingga ozon pun menjerit-jerit melebihi jeritan manusia. Logo di tubuh kipas angin itu pun sudah mengisyaratkannya sejak dulu, “Tiga Tahun Garansi Motor”. Kini telah empat tahun usia kipas angin itu, telah melewati batas jadwal pensiun.

Aku masih ingat ketika pertama kali aku menyapa kipas angin itu di toko kecil yang aku sambangi di sebuah pasar. Ia mugkin saja tersenyum bahagia melihat diriku bertransaksi dengan kasir di toko itu hingga ia dibungkus dalam kardusnya dan kutenteng – aku membelinya. Pun aku masih ingat ketika kekutan pertamanya ia tunjukkan padaku, ketika aku tekan tombolnya dan baling-balingnya bergerak secepat kilat. Aku hampir saja dibuat tertidur olehnya. Tapi sekarang hal itu tak mungkin terjadi lagi. Bergerak sedikit saja ia tak mau.

Dulu, warnanya masih cling, masih cantik. Hijau juga sedikit berbalut merah di kakinya. Baling-balingnya berwarna putih, tak terlihat noda sedikitpun. Tapi sekarang kulitnya sudah pucat pasi, tak terawat. Baling-baling putihnya berlumuran plak. Ia bahkan tak punya lagi tameng bundar dari kawat yang melindungi baling-balingnya – aku membukanya. Ia tak indah lagi.

Beberapa bulan terakhir ini memang aku sering memasukkan kipas angin itu ke bengkel, bengkel milikku sendiri. Ahli membongkarnya pun adalah aku sendiri, juga ilmu membongkarnya lahir dari kumpulan ide-ideku sendiri yang menjunjung tinggi trial and error. Jadi, aku mungkin saja telah melakukan malpraktek pada kipas angin itu jika memang kelumpuhannya dominan berasal dari hasil olahan bengkelku. Tapi aku tak tahu. Mudah-mudahan saja bukan, bukan aku penyebab kelumpuhannya.

Anda tahu tidak, kipas angin itu telah banyak bermandikan do’a dan harapan. Pun dengan cacian dan hinaan. Dihari-hari ketika nafasnya sudah tak beraturan dan ia lelah, aku banyak berharap ia bisa kembali semangat, menunjukkan kekuatan jiwa mudanya, dan menemaniku menegeringkan peluh-peluh yang harus aku nikmati tiap hari. Disaat-saat aku memperbaikinya, ia pula tak luput dari cacian yang aku lontarkan karena ia tak mampu lagi berdesing.

Aku tahu, kipas angin itu sudah sepantasnya dicarikan kembarannya yang baru, yang masih gesit, seperti dirinya dulu. Tapi aku masih menunggu keputusan dan waktu yang tepat untuk mewujudkannya. Aku pun sebenarnya tak tega melepaskan kipas angin itu begitu saja, atau bahkan membuatkannya tempat yang indah di tempat bernaungnya barang-barang bekas dan kotoran-kotoran lain. Aku masih membutuhkannya, sekalipun ia sudah tak bernyawa. Mugkin saja keajaiban bisa membangunkannya suatu hari….

0 komentar

Silahkan Beri Komentar Saudara...

Sepenggal Kata

Menulislah, maka anda akan meraba dunia, dan membacalah maka anda akan melihat dunia...

READ

......
Template Oleh trikmudahseo